MUSIK
DAN NYANYIAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji syukur kita
panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kehendak-Nya makalah ini dapat
selesai tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul “Musik dan Nyanyian dalam
Perspektif Islam” ini bertujuan mengetahui bagaimana pandangan islam tentang nyanyian dan musik.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya
tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan
terimakasih kepada:
Ø Allah SWT,
Ø M. Hambali
MEI, selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberi bimbingan dan masukan-masukan.
Ø Kedua Orang tua yang telah banyak
memberi dukungan baik secara materi ataupun moral
Ø Teman-teman yang tidak bisa penulis
sebutkan satu-satu, terima kasih atas dukungan dan doanya.
Penulis
menyadari karya mahasiswa ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar
karya mahasiswa ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa yang akan
datang.
Surabaya,
12 November 2011
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………...i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………2
1.3 Tujuan …………………………………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perspektif
Nyanyian dan Musik dalam Islam…………………………………….. 3
2.2
Nyanyian yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan………………….... 8
2.3 Nyanyian
saat ini dalam kacamata islam…………………………………….........8
BAB III PENUTUP
4.1
Kesimpulan………………………………………………………………………12
4.2
Saran……………………………………………………………………………..12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Salah
satu kebiasaan masyarakat
pada umumnya adalah kebiasaan berdendang atau bernyanyi baik dengan atau tanpa
iringan alunan musik. Bernyanyi
dan bermusik pada dasarnya merupakan suatu kebiasaan untuk menghibur diri
sehingga hati dan pikiran menjadi tentram
dan damai. Kebiasaan ini juga merupakan suatu
ekspresi seseorang tentang apa yang dialaminya. Adapun lirik atau syair dari sebuah lagu (nyanyian) sangat beraneka ragam
mulai bertemakan perjuangan, religi, kedaerahan hingga bertemakan tentang
gambaran perasaan seseorang seperti percintaan, kesedihan, kegembiraan dan lain
sebagainya.
Di
era modern ini perkembangan kebiasaan tersebut telah berkembang begitu pesat sehingga berubah
menjadi suatu hiburan yang komersial dan dapat dibisniska seperti industri music seperti yang kita ketahui saat ini.
Pagelaran atau pementasan
dalam menyajikan nyanyian atau musik biasanya diiringi berbagai macam penampilan
seni lainnya yang mendukung atau menarik
sehingga begitu indah seperti adanya penari latar, tatanan panggung yang megah,
make up dan pakaian artisnya yang
beraneka model.
Namun, tanpa disadari banyak
orang–orang yang begitu gandrung sehingga sangat mendalami dalam merasakan
sebuah nyanyian atau alunan music
tersebuat yang menyebabkan orang tersebut begitu tenggelam
menghayatinya atau bahkan sangat gembira hingga bereuphoria sehingga
lupa diri. Bahkan saat ini banyak lagu yang bersyairkan hal–hal yang tabu,
membangkitkan syahwat, ditambah lagi cara bernyanyi yang dapat menimbulkan
syahwat seperti dengan jogetan dan pakaian yang mendukung timbulya syahwat. Hal
tersebut membuat berbagai isu negatif dikalangan masyarakat sehingga banyak yang
beranggapan bahwa nyanyi dan musik itu haram karena identik perbuatan buruk
atau maksiat.
Dengan
demikian, kami mencoba dalam makalah ini memberikan penjelasan mengenai hukum
nyayian dan musik,
bagaimana nyanyian
dan musik yang diperbolehkan dalam islam serta apa saja yang dilarang dalam
nyanyian dan musik dalam perspektif islam.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian singkat di atas dapat
ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
(1) Bagaimanakah
perspektif nyanyian dan musik dalam islam?
(2) Nyanyian
dan musik yang bagimanakah yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan
dalam islam?
(3) Bagaimanakah
nyanyian dan musik saat ini pada kacamata islam?
1.3 Tujuan
(1) Mengetahui nyanyian dan musik dalam
perspektif islam.
(2) Mengetahui nyanyian dan musik yang
diperkenankan dan dilarang dalam islam.
(3) Mengetahui pandangan islam terhadap
nyanyian dan musik saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Perspektif Nyanyian dan Musik dalam Islam
Karena bernyanyi dan bermain musik adalah bagian dari seni,
maka kita akan meninjau lebih dahulu definisi seni, sebagai proses pendahuluan
untuk memahami fakta yang menjadi objek penerapan hukum.
Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa seni adalah
penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, yang dilahirkan
dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh
indera pendengar (seni suara), indera pendengar (seni lukis), atau dilahirkan
dengan perantaraan gerak (seni tari, drama) (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 13).
Adapun seni musik (instrumental art) adalah seni yang
berhubungan dengan alat-alat musik dan irama yang keluar dari alat-alat musik
tersebut. Seni musik membahas antara lain cara memainkan instrumen musik, cara
membuat not, dan studi bermacam-macam aliran musik. Seni musik ini bentuknya
dapat berdiri sendiri sebagai seni instrumentalia (tanpa vokal) dan dapat juga
disatukan dengan seni vokal.
Seni instrumentalia, seperti telah dijelaskan di muka,
adalah seni yang diperdengarkan melalui media alat-alat musik. Sedang seni
vokal, adalah seni yang diungkapkan dengan cara melagukan syair melalui
perantaraan oral (suara saja) tanpa iringan instrumen musik.
Seni vokal tersebut dapat digabungkan dengan alat-alat musik
tunggal (gitar, biola, piano, dan lain-lain) atau dengan alat-alat musik
majemuk seperti band, orkes simfoni, karawitan, dan sebagainya (Dr. Abdurrahman
al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 13-14).
Musik dan nyanyian sendiri
sudah menjadi kebiasaan
paling populer masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan batiniah yakni menghibur
hati diri sendiri maupun orang lain. Berbagai genre musik, penyanyi,
penampilan, tarian dan makna lagu memengaruhi selera masyarakat dalam bermusik
dan bernyanyi.
Namun sampai detik ini masih menjadi polemik
mengenai hukum
musik itu sendiri. Mengingat begitu dekatnya musik dengan masyarakat dan
globalnya cakupan musik itu sendiri. Beberapa ulama berpendapat bahwa musik itu haram. Namun beberapa yang
lain menghalalkannya tentunya dengan beberapa kriteria masing-masing.
Musik
itu Haram
1. Dasar :
Berdasarkan sebuah Firman Allah Tabaaraka Wa Ta'aala berikut ini :
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang membeli perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikan Allah sebagai olok-olokan. Mereka itu memperoleh adzab yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dan menyombongkan diri seolah-olah dia tidak mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan adzab yang pedih." (QS. Luqman: 6-7)
Kalimat lahwal hadiits
(perkataan yang tidak berguna) dalam ayat diatas ditafsirkan oleh para ulama
tafsir dengan nyanyian.
Dan pernyataan itu didukung oleh beberapa orang
ulama seperti :
a. Abu Shahba' al-Bakri rahimahullaah.
b. Ibnu' Abbas radhiyallaahu' anhu.
c. Mujahid bin Jabr rahimahullaah.
d. 'Ikrimah seorang murid dari Ibnu' Abbas
e. Ibnu Jarir ath-Thabari.
f. Imam al-Wahidi rahimahullaah.
g. Imam asy-Syaukani rahimahullahh
Dan ayat diatas juga diperjelas dengan Firman Allah yg lain, yaitu
:
"maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini, dan kamu menertawakan dan tidak menangis sedang kamu lengah (bernyanyi)? Maka sujudlah kamu kepada Allah dan beribadahlah kepada-Nya." (QS. An-Najm: 59-62)
Hadits
Abu Malik Al-Asy’ari ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:
ليكونن ﻗﻭﻡ من امتي يستحلون ﺍﻟﺤﺮ
ﻭﺍﻟﺤﺮﻴﺮ ﻭﺍﻟﺨﻤﺮ ﻮﺍﻟﻤﻌﺎﺯف
“Sesungguhnya
akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan
alat-alat musik (al-ma’azif).”
[HR. Bukhari, Shahih Bukhari, hadits no. 5590].
Hadits
Aisyah ra Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya
Allah mengharamkan nyanyian-nyanyian (qoynah) dan menjualbelikannya,
mempelajarinya atau mendengar-kannya.” Kemudian beliau membacakan ayat di atas. [HR. Ibnu Abi Dunya dan Ibnu
Mardawaih].
Hadits
dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah Saw bersabda:
“Nyanyian
itu bisa menimbulkan nifaq, seperti air menumbuhkan kembang.” [HR. Ibnu Abi Dunya dan al-Baihaqi,
hadits mauquf].
Hadits
dari Abu Umamah ra, Rasulullah Saw bersabda:
“Orang
yang bernyanyi, maka Allah SWT mengutus padanya dua syaitan yang menunggangi
dua pundaknya dan memukul-mukul tumitnya pada dada si penyanyi sampai dia
berhenti.” [HR. Ibnu Abid Dunya.].
Hadits
yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Auf ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya
aku dilarang dari suara yang hina dan sesat, yaitu: 1. Alunan suara nyanyian
yang melalaikan dengan iringan seruling syaitan (mazamirus syaithan). 2.
Ratapan seorang ketika mendapat musibah sehingga menampar wajahnya sendiri dan
merobek pakaiannya dengan ratapan syetan (rannatus syaithan).”
Kata saamiduuna diatas berasal dari kata as-sumuudu yang berarti nyanyian dan permainan.
2. Bahaya nyanyian dan musik
a. Musik adalah khamr bagi jiwa yang bereaksi
terhadap jiwa melebihi reaksi yang ada pada arak. Bila jiwa sudah terhanyut
dengan suara nyayian yang dapat membuatnya menghalalkan syirik serta condong
kepada kejahatan dan kezhaliman, yang diharamkan oleh Allah, dan berzina. Tiga
bahaya ini banyak sekali terjadi pada orang yang senang mendengarkan musik.
b. Pada umumnya syirik yang terjadi pada orang yang bernyanyi dan mendengar nyayian adalah mereka yang mencitai biduan (penyanyi) seperti mencintai Allah. (yakni menjadikan penyanyi sebagai idola).
b. Pada umumnya syirik yang terjadi pada orang yang bernyanyi dan mendengar nyayian adalah mereka yang mencitai biduan (penyanyi) seperti mencintai Allah. (yakni menjadikan penyanyi sebagai idola).
c.
Nyanyian dikatakan keji karena nyanyian adalah jampi-jampi zina (sebagai jalan
menuju zina) dan sebagai sebab terbesar jatuhnya seseorang ke dalam perbuatan
keji, seperti meminum khamr dan lainnya.
d.
Dengan nyanyian dan musik tidak mendatangkan manfaat sama sekali, tidak
bermanfaat bagi hati dan tidak ada maslahatnya sama sekali. Bahkan telah banyak
membawa kepada kesesatan dan kerusakan
e.
Syaitantelah menghiasi pecandu musik
f.
Nyanyian dan musik melalaikan manusia dari mengingat Allah dan membuat hati
menjadi keras.
g.
Nyanyian dan musik melalaikan dan mencegah manusia dari melaksanakan kewajiban
kepada Allah Ta'ala
Memperbolehkan Musik
Firman Allah SWT:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata:
Nabi
Saw mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti
dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul
gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang
Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata: “Di antara kita ada
Nabi Saw yang mengetahui apa yang akan terjadi kemudian.” Maka Nabi Saw
bersabda:
“Tinggalkan
omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.” [HR. Bukhari, dalam Fâth al-Bârî,
juz. III, hal. 113, dari Aisyah ra].
Dari Aisyah ra;
Dia
pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda Anshar. Tiba-tiba Rasulullah Saw
bersabda:
يا عئشة ما كان لهم من لهو فإن الأنصار يعجبهم اللهو
“Mengapa
tidak kalian adakan permainan karena orang Anshar itu suka pada permainan.” [HR. Bukhari].
Dari Abu Hurairah ra,
Sesungguhnya Umar melewati shahabat Hasan sedangkan ia sedang
melantunkan syi’ir di masjid. Maka Umar memicingkan mata tidak setuju. Lalu
Hasan berkata:
“Aku pernah bersyi’ir di masjid dan
di sana ada orang yang lebih mulia daripadamu (yaitu Rasulullah Saw)” [HR. Muslim, juz II, hal. 485].
Atas dasar itu, kedua dalil yang
seolah bertentangan di atas dapat dipahami sebagai berikut : bahwa dalil yang mengharamkan
menunjukkan hukum umum nyanyian. Sedang dalil yang membolehkan, menunjukkan
hukum khusus, atau perkecualian (takhsis), yaitu bolehnya nyanyian pada tempat,
kondisi, atau peristiwa tertentu yang dibolehkan syara’, seperti pada hari
raya. Atau dapat pula dipahami bahwa dalil yang mengharamkan menunjukkan
keharaman nyanyian secara mutlak. Sedang dalil yang menghalalkan, menunjukkan
bolehnya nyanyian secara muqayyad (ada batasan atau kriterianya) (Dr.
Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 63-64; Syaikh
Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 102-103).
2.2 Nyanyian yang diperbolehkan dan yang tidak
diperbolehkan
Nyanyian yang diperbolehkan dalam islam (Buku
"Hukum, Lagu, Musik, dan Nasyid Menurut Syari'at Islam" karangan
Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Diterbikan oleh pustaka At-Taqwa pada November
2007)
a. Nyanyian pada hari Raya.
b. Nyanyian dengan tabuhan rebana saat acara pernikahan.
c. Nyanyian Islami pada saat bekerja / berperang yang berguna untuk meningkatkan semangat, terlebih lagi apabila didalam nyanyian itu ada do'a.
d. Nyanyian atau syair yang mengajak mentauhidkan Allah Ta' Alla, mencintai Rasulullah, menganjurkan jihad, mengokohkan akhlak, mengajak untuk saling mencintai, dan tolong menolong sesama Muslim, atau menyebutkan kebaikan-kebaikan Islam.
e. Dan alat musik yang diperbolehkan hanyalah rebana saja, dan itu pula hanya boleh dimainkan oleh perempuan pada saat tertentu saja, laki-laki dilarang untuk memainkan rebana.
a. Nyanyian pada hari Raya.
b. Nyanyian dengan tabuhan rebana saat acara pernikahan.
c. Nyanyian Islami pada saat bekerja / berperang yang berguna untuk meningkatkan semangat, terlebih lagi apabila didalam nyanyian itu ada do'a.
d. Nyanyian atau syair yang mengajak mentauhidkan Allah Ta' Alla, mencintai Rasulullah, menganjurkan jihad, mengokohkan akhlak, mengajak untuk saling mencintai, dan tolong menolong sesama Muslim, atau menyebutkan kebaikan-kebaikan Islam.
e. Dan alat musik yang diperbolehkan hanyalah rebana saja, dan itu pula hanya boleh dimainkan oleh perempuan pada saat tertentu saja, laki-laki dilarang untuk memainkan rebana.
2.3 Nyanyian
saat ini dalam kacamata islam
Mendengarkan
musik secara live
Pada dasarnya mendengarkan musik
(atau dapat juga digabung dengan vokal) secara langsung, seperti show di
panggung pertunjukkan, di GOR, lapangan, dan semisalnya, hukumnya sama dengan
mendengarkan nyanyian secara interaktif. Patokannya adalah tergantung ada
tidaknya unsur kemaksiatan atau kemungkaran dalam pelaksanaannya.
Jika terdapat unsur kemaksiatan atau
kemungkaran, misalnya syairnya tidak Islami, atau terjadi ikhthilat, atau
terjadi penampakan aurat, maka hukumnya haram.
Jika tidak terdapat unsur
kemaksiatan atau kemungkaran, maka hukumnya adalah mubah (Dr. Abdurrahman
al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 74).
Mendengarkan TV, Radio dan Semisalnya
Menurut Dr. Abdurrahman al-Baghdadi
(Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 74-76) dan Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki
(Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 107-108) hukum mendengarkan musik melalui
media TV, radio, dan semisalnya, Hukum asalnya adalah mubah (ibahah), bagaimana
pun juga bentuk musik atau nyanyian yang ada dalam media tersebut.
Kemubahannya didasarkan pada hukum
asal pemanfaatan benda (asy-yâ’) —dalam hal ini TV, kaset, VCD, dan semisalnya—
yaitu mubah. Kaidah syar’iyah mengenai hukum asal pemanfaatan benda menyebutkan:
Al-ashlu fi al-asy-yâ’ al-ibahah ma lam yarid dalilu
at-tahrim
“Hukum asal benda-benda, adalah boleh, selama tidak terdapat dalil yang
mengharamkannya.” (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam,
hal. 76).
Namun demikian, meskipun asalnya
adalah mubah, hukumnya dapat menjadi haram, bila diduga kuat akan mengantarkan
pada perbuatan haram, atau mengakibatkan dilalaikannya kewajiban. Kaidah
syar’iyah menetapkan:
Al-wasilah ila al-haram haram “Segala sesuatu perantaraan kepada
yang haram, hukumnya haram juga.” (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Muqaddimah
ad-Dustur, hal. 86).
Mendengarkan
Nyanyian (Sama’ al-Ghina’)
Hukum melantunkan lagu termasuk
dalam hukum af-‘âl (perbuatan) yang hukum asalnya wajib terikat dengan hukum
syara’ (at-taqayyud bi al-hukm asy-syar’i). Sedangkan mendengarkan lagu,
termasuk dalam hukum af-‘âl jibiliyah, yang hukum asalnya mubah. Af-‘âl
jibiliyyah adalah perbuatan-perbuatan alamiah manusia, yang muncul dari
penciptaan manusia, seperti berjalan, duduk, tidur, menggerakkan kaki,
menggerakkan tangan, makan, minum, melihat, membaui, mendengar, dan sebagainya.
Perbuatan-perbuatan yang tergolong kepada af-‘âl jibiliyyah ini hukum asalnya
adalah mubah, kecuali adfa dalil yang mengharamkan. Kaidah syariah menetapkan:
Al-ashlu fi al-af’âl al-jibiliyah al-ibahah “Hukum asal perbuatan-perbuatan
jibiliyyah, adalah mubah.” (Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa
Ikhtilaf an-Nas, hal. 96).
Hukum
Mendengar Nyanyian Secara Interaktif (Istima’ al-Ghina’)
Mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’) adalah sekedar
mendengar, tanpa ada interaksi misalnya ikut hadir dalam proses menyanyinya
seseorang. Sedangkan istima’ li
al-ghina’, adalah lebih dari sekedar mendengar, yaitu ada tambahannya berupa
interaksi dengan penyanyi, yaitu duduk bersama sang penyanyi, berada dalam satu
forum, berdiam di sana, dan kemudian mendengarkan nyanyian sang penyanyi
(Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 104). Jadi
kalau mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’) adalah perbuatan jibiliyyah, sedang
mendengar-menghadiri nyanyian (istima’ al-ghina’) bukan perbuatan jibiliyyah.
Jika seseorang mendengarkan nyanyian
secara interaktif, dan nyanyian serta kondisi yang melingkupinya sama sekali
tidak mengandung unsur kemaksiatan atau kemungkaran, maka orang itu boleh
mendengarkan nyanyian tersebut.
Adapun jika seseorang mendengar
nyanyian secara interaktif (istima’ al-ghina’) dan nyanyiannya adalah nyanyian
haram, atau kondisi yang melingkupinya haram (misalnya ada ikhthilat) karena
disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, maka aktivitasnya itu adalah haram
(Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 104). Allah
SWT berfirman:
“Maka janganlah kamu duduk bersama
mereka hingga mereka beralih pada pembicaraan yang lainnya.” (Qs. an-Nisâ’ [4]: 140).
“…Maka
janganlah kamu duduk bersama kaum yang zhalim setelah (mereka) diberi
peringatan.” (Qs. al-An’âm [6]: 68).
Hukum
Memainkan Alat Musik
Bagaimanakah hukum memainkan alat
musik, seperti gitar, piano, rebana, dan sebagainya? Jawabannya adalah, secara
tekstual (nash), ada satu jenis alat musik yang dengan jelas diterangkan
kebolehannya dalam hadits, yaitu ad-duff atau al-ghirbal, atau rebana. Sabda
Nabi Saw:
“Umumkanlah pernikahan dan
tabuhkanlah untuknya rebana (ghirbal).” [HR. Ibnu Majah] ( Abi Bakar Jabir
al-Jazairi, Haramkah Musik Dan Lagu? (Al-I’lam bi Anna al-‘Azif wa al-Ghina
Haram), hal. 52; Toha Yahya Omar, Hukum Seni Musik, Seni Suara, Dan Seni Tari
Dalam Islam, hal. 24).
Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla, juz VI, hal. 59 mengatakan:
“Jika belum ada perincian dari Allah
SWT maupun Rasul-Nya tentang sesuatu yang kita perbincangkan di sini [dalam hal
ini adalah nyanyian dan memainkan alat-alat musik], maka telah terbukti bahwa
ia halal atau boleh secara mutlak.” (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni
Dalam Pandangan Islam, hal. 57).
Kesimpulannya, memainkan alat musik
apa pun, adalah mubah. Inilah hukum dasarnya. Kecuali jika ada dalil tertentu
yang mengharamkan, maka pada saat itu suatu alat musik tertentu adalah haram.
Jika tidak ada dalil yang mengharamkan, kembali kepada hukum asalnya, yaitu
mubah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perspektif
islam tentang musik
Dari sini kita dapat memahami bahwa
nyanyian ada yang diharamkan, dan ada yang dihalalkan. Nyanyian haram
didasarkan pada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, yaitu nyanyian yang
disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, baik berupa perkataan (qaul),
perbuatan (fi’il), atau sarana (asy-yâ’), misalnya disertai khamr, zina,
penampakan aurat, ikhtilath (campur baur pria–wanita), atau syairnya yang
bertentangan dengan syara’, misalnya mengajak pacaran, mendukung pergaulan
bebas, mempropagandakan sekularisme, liberalisme, nasionalisme, dan sebagainya.
Nyanyian halal didasarkan pada dalil-dalil yang menghalalkan, yaitu nyanyian
yang kriterianya adalah bersih dari unsur kemaksiatan atau kemunkaran. Misalnya
nyanyian yang syairnya memuji sifat-sifat Allah SWT, mendorong orang meneladani
Rasul, mengajak taubat dari judi, mengajak menuntut ilmu, menceritakan
keindahan alam semesta, dan semisalnya (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam
Pandangan Islam, hal. 64-65; Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa
Ikhtilaf an-Nas, hal. 103).
Musik yang diperbolehkan adalah sebagaimana yang dijelaskan berdasarkan dalil dan yang tidak
diperbolehkan adalah yang diharamkan berdasarkan dalil atau music yang mengandung
kemaksiatan dan kemungkaran .
Pada dasarnya nyanyian
atau musik itu diperbolekan dalam islam .Karena hokum awal benda atau aktivitas
tersebut adalah mubah. Kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Yaitu jika
mengandung unsur-unsur maksiat dan kemungkaran.
3.2 Saran
Setelah mengetahui perspektif musik
dalam pandangan islam di atas, hendaknya kita sebagai umat islam dapat lebih
selektif dalam memilih mana music yang sesuai atau tidak sesuai dengan agama
kita dan memperhatikan manfaat dan bahayanya. Musik sebagai hiburan hendaknya
tidak menjadi jalan bagi syetan untuk melenakan kita terhadap Allah SWT dengan
menggunakanyya sewajarnya dan tidak melanggar kaidah-kaidah yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
§ QARDHAWI, Dr.Yusuf. halal
dan haram. 2000.Jakarta:Robbani Press
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar