Jumat, Desember 09, 2011

Tugas Kuliah


MUSIK DAN NYANYIAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
            Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kehendak-Nya makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul “Musik dan Nyanyian dalam Perspektif Islam” ini bertujuan mengetahui bagaimana pandangan islam tentang nyanyian dan musik.
            Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada:
Ø  Allah SWT,
Ø  M. Hambali MEI, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan dan masukan-masukan.
Ø  Kedua Orang tua yang telah banyak memberi dukungan baik secara materi ataupun moral
Ø  Teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu-satu, terima kasih atas dukungan dan doanya.
Penulis menyadari karya mahasiswa ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar karya mahasiswa ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa yang akan datang.
           

     Surabaya, 12 November 2011
                                                                                                                
                                                                                                                          Penyusun





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………...i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang…………………………………………………………………….1
1.2  Rumusan Masalah…………………………………………………………………2
1.3  Tujuan …………………………………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN
            2.1 Perspektif Nyanyian dan Musik dalam Islam……………………………………..  3
            2.2 Nyanyian yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan…………………....  8
            2.3 Nyanyian saat ini dalam kacamata islam…………………………………….........8
BAB III PENUTUP
            4.1 Kesimpulan………………………………………………………………………12
            4.2 Saran……………………………………………………………………………..12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….13


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Salah satu kebiasaan masyarakat pada umumnya adalah kebiasaan berdendang atau bernyanyi baik dengan atau tanpa iringan alunan musik. Bernyanyi dan bermusik pada dasarnya merupakan suatu kebiasaan untuk menghibur diri sehingga hati dan pikiran menjadi tentram dan damai. Kebiasaan ini juga merupakan suatu ekspresi seseorang tentang apa  yang dialaminya. Adapun  lirik atau syair dari sebuah lagu (nyanyian) sangat beraneka ragam mulai bertemakan perjuangan, religi, kedaerahan hingga bertemakan tentang gambaran perasaan seseorang seperti percintaan, kesedihan, kegembiraan dan lain sebagainya.
Di era modern ini perkembangan kebiasaan tersebut telah berkembang begitu pesat sehingga berubah menjadi suatu hiburan yang komersial dan dapat dibisniska seperti industri music seperti yang kita ketahui saat ini. Pagelaran atau pementasan dalam menyajikan nyanyian atau musik biasanya diiringi berbagai macam penampilan seni lainnya yang mendukung atau menarik sehingga begitu indah seperti adanya penari latar, tatanan panggung yang megah, make up dan pakaian artisnya yang beraneka model.
Namun, tanpa disadari banyak orang–orang yang begitu gandrung sehingga sangat mendalami dalam merasakan sebuah nyanyian atau alunan music tersebuat yang menyebabkan orang tersebut begitu tenggelam menghayatinya atau bahkan sangat gembira  hingga bereuphoria sehingga lupa diri. Bahkan saat ini banyak lagu yang bersyairkan hal–hal yang tabu, membangkitkan syahwat, ditambah lagi cara bernyanyi yang dapat menimbulkan syahwat seperti dengan jogetan dan pakaian yang mendukung timbulya syahwat. Hal tersebut membuat berbagai isu negatif dikalangan masyarakat sehingga banyak yang beranggapan bahwa nyanyi dan musik itu haram karena identik perbuatan buruk atau maksiat.
Dengan demikian, kami mencoba dalam makalah ini memberikan penjelasan mengenai hukum nyayian dan musik, bagaimana nyanyian dan musik yang diperbolehkan dalam islam serta apa saja yang dilarang dalam nyanyian dan musik dalam perspektif islam.

1.2 Rumusan Masalah
            Dari uraian singkat di atas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
     
(1)   Bagaimanakah perspektif nyanyian dan musik dalam islam?
(2)   Nyanyian dan musik yang bagimanakah yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan dalam islam?
(3)   Bagaimanakah nyanyian dan musik saat ini pada kacamata islam?

1.3 Tujuan
      (1) Mengetahui nyanyian dan musik dalam perspektif islam.
      (2) Mengetahui nyanyian dan musik yang diperkenankan dan dilarang dalam islam.
      (3) Mengetahui pandangan islam terhadap nyanyian dan musik saat ini.






BAB II

PEMBAHASAN


2.1  Perspektif Nyanyian dan Musik dalam Islam
Karena bernyanyi dan bermain musik adalah bagian dari seni, maka kita akan meninjau lebih dahulu definisi seni, sebagai proses pendahuluan untuk memahami fakta  yang menjadi objek penerapan hukum.
Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, yang dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengar (seni suara), indera pendengar (seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari, drama) (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 13).
Adapun seni musik (instrumental art) adalah seni yang berhubungan dengan alat-alat musik dan irama yang keluar dari alat-alat musik tersebut. Seni musik membahas antara lain cara memainkan instrumen musik, cara membuat not, dan studi bermacam-macam aliran musik. Seni musik ini bentuknya dapat berdiri sendiri sebagai seni instrumentalia (tanpa vokal) dan dapat juga disatukan dengan seni vokal.
Seni instrumentalia, seperti telah dijelaskan di muka, adalah seni yang diperdengarkan melalui media alat-alat musik. Sedang seni vokal, adalah seni yang diungkapkan dengan cara melagukan syair melalui perantaraan oral (suara saja) tanpa iringan instrumen musik.
Seni vokal tersebut dapat digabungkan dengan alat-alat musik tunggal (gitar, biola, piano, dan lain-lain) atau dengan alat-alat musik majemuk seperti band, orkes simfoni, karawitan, dan sebagainya (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 13-14).
Musik dan nyanyian sendiri sudah menjadi kebiasaan  paling populer masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan batiniah yakni menghibur hati diri sendiri maupun orang lain. Berbagai genre musik, penyanyi, penampilan, tarian dan makna lagu memengaruhi selera masyarakat dalam bermusik dan bernyanyi.
Namun sampai detik ini masih menjadi polemik mengenai hukum musik itu sendiri. Mengingat begitu dekatnya musik dengan masyarakat dan globalnya cakupan musik itu sendiri. Beberapa ulama berpendapat  bahwa musik itu haram. Namun beberapa yang lain menghalalkannya tentunya dengan beberapa kriteria masing-masing.
*               Musik itu Haram
1.    Dasar :
*      Berdasarkan sebuah Firman Allah Tabaaraka Wa Ta'aala berikut ini :

"Dan di antara manusia ada orang-orang yang membeli perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikan Allah sebagai olok-olokan. Mereka itu memperoleh adzab yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dan menyombongkan diri seolah-olah dia tidak mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan adzab yang pedih." (QS. Luqman: 6-7)

Kalimat lahwal hadiits (perkataan yang tidak berguna) dalam ayat diatas ditafsirkan oleh para ulama tafsir dengan nyanyian.
Dan pernyataan itu didukung oleh beberapa orang ulama seperti :

a. Abu Shahba' al-Bakri rahimahullaah.
b. Ibnu' Abbas radhiyallaahu' anhu.
c. Mujahid bin Jabr rahimahullaah.
d. 'Ikrimah seorang murid dari Ibnu' Abbas
e. Ibnu Jarir ath-Thabari.
f. Imam al-Wahidi rahimahullaah.
g. Imam asy-Syaukani rahimahullahh

*      Dan ayat diatas juga diperjelas dengan Firman Allah yg lain, yaitu :

"maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini, dan kamu menertawakan dan tidak menangis sedang kamu lengah (bernyanyi)? Maka sujudlah kamu kepada Allah dan beribadahlah kepada-Nya." (QS. An-Najm: 59-62)

*      Hadits Abu Malik Al-Asy’ari ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:

ليكونن ﻗﻭﻡ من امتي يستحلون ﺍﻟﺤﺮ ﻭﺍﻟﺤﺮﻴﺮ ﻭﺍﻟﺨﻤﺮ ﻮﺍﻟﻤﻌﺎﺯف
“Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat-alat musik (al-ma’azif).” [HR. Bukhari, Shahih Bukhari, hadits no. 5590].
*      Hadits Aisyah ra Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan nyanyian-nyanyian (qoynah) dan menjualbelikannya, mempelajarinya atau mendengar-kannya.” Kemudian beliau membacakan ayat di atas. [HR. Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Mardawaih].
*      Hadits dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah Saw bersabda:
“Nyanyian itu bisa menimbulkan nifaq, seperti air menumbuhkan kembang.” [HR. Ibnu Abi Dunya dan al-Baihaqi, hadits mauquf].
*      Hadits dari Abu Umamah ra, Rasulullah Saw bersabda:
“Orang yang bernyanyi, maka Allah SWT mengutus padanya dua syaitan yang menunggangi dua pundaknya dan memukul-mukul tumitnya pada dada si penyanyi sampai dia berhenti.” [HR. Ibnu Abid Dunya.].
*      Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Auf ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya aku dilarang dari suara yang hina dan sesat, yaitu: 1. Alunan suara nyanyian yang melalaikan dengan iringan seruling syaitan (mazamirus syaithan). 2. Ratapan seorang ketika mendapat musibah sehingga menampar wajahnya sendiri dan merobek pakaiannya dengan ratapan syetan (rannatus syaithan).”

Kata saamiduuna diatas berasal dari kata as-sumuudu yang berarti nyanyian dan permainan.

2. Bahaya nyanyian dan musik

a. Musik adalah khamr bagi jiwa yang bereaksi terhadap jiwa melebihi reaksi yang ada pada arak. Bila jiwa sudah terhanyut dengan suara nyayian yang dapat membuatnya menghalalkan syirik serta condong kepada kejahatan dan kezhaliman, yang diharamkan oleh Allah, dan berzina. Tiga bahaya ini banyak sekali terjadi pada orang yang senang mendengarkan musik.
b. Pada umumnya syirik yang terjadi pada orang yang bernyanyi dan mendengar nyayian adalah mereka yang mencitai biduan (penyanyi) seperti mencintai Allah. (yakni menjadikan penyanyi sebagai idola).
 c. Nyanyian dikatakan keji karena nyanyian adalah jampi-jampi zina (sebagai jalan menuju zina) dan sebagai sebab terbesar jatuhnya seseorang ke dalam perbuatan keji, seperti meminum khamr dan lainnya.
 d. Dengan nyanyian dan musik tidak mendatangkan manfaat sama sekali, tidak bermanfaat bagi hati dan tidak ada maslahatnya sama sekali. Bahkan telah banyak membawa kepada kesesatan dan kerusakan
 e. Syaitantelah menghiasi pecandu musik
 f. Nyanyian dan musik melalaikan manusia dari mengingat Allah dan membuat hati menjadi keras.
 g. Nyanyian dan musik melalaikan dan mencegah manusia dari melaksanakan kewajiban kepada Allah Ta'ala
*          Memperbolehkan Musik
*             Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
*             Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata:
Nabi Saw mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata: “Di antara kita ada Nabi Saw yang mengetahui apa yang akan terjadi kemudian.” Maka Nabi Saw bersabda:
“Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.” [HR. Bukhari, dalam Fâth al-Bârî, juz. III, hal. 113, dari Aisyah ra].

*             Dari Aisyah ra;
 Dia pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda Anshar. Tiba-tiba Rasulullah Saw bersabda:
يا عئشة ما كان لهم من لهو  فإن الأنصار يعجبهم اللهو
“Mengapa tidak kalian adakan permainan karena orang Anshar itu suka pada permainan.” [HR. Bukhari].

*             Dari Abu Hurairah ra,
Sesungguhnya Umar melewati shahabat Hasan sedangkan ia sedang melantunkan syi’ir di masjid. Maka Umar memicingkan mata tidak setuju. Lalu Hasan berkata:
“Aku pernah bersyi’ir di masjid dan di sana ada orang yang lebih mulia daripadamu (yaitu Rasulullah Saw)” [HR. Muslim, juz II, hal. 485].
Atas dasar itu, kedua dalil yang seolah bertentangan di atas dapat dipahami sebagai berikut : bahwa dalil yang mengharamkan menunjukkan hukum umum nyanyian. Sedang dalil yang membolehkan, menunjukkan hukum khusus, atau perkecualian (takhsis), yaitu bolehnya nyanyian pada tempat, kondisi, atau peristiwa tertentu yang dibolehkan syara’, seperti pada hari raya. Atau dapat pula dipahami bahwa dalil yang mengharamkan menunjukkan keharaman nyanyian secara mutlak. Sedang dalil yang menghalalkan, menunjukkan bolehnya nyanyian secara muqayyad (ada batasan atau kriterianya) (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 63-64; Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 102-103).  
2.2 Nyanyian yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan

Nyanyian yang diperbolehkan dalam islam (Buku "Hukum, Lagu, Musik, dan Nasyid Menurut Syari'at Islam" karangan Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Diterbikan oleh pustaka At-Taqwa pada November 2007)
a. Nyanyian pada hari Raya.
b. Nyanyian dengan tabuhan rebana saat acara pernikahan.
c. Nyanyian Islami pada saat bekerja / berperang yang berguna untuk meningkatkan semangat, terlebih lagi apabila didalam nyanyian itu ada do'a.
d. Nyanyian atau syair yang mengajak mentauhidkan Allah Ta' Alla, mencintai Rasulullah, menganjurkan jihad, mengokohkan akhlak, mengajak untuk saling mencintai, dan tolong menolong sesama Muslim, atau menyebutkan kebaikan-kebaikan Islam.
e. Dan alat musik yang diperbolehkan hanyalah rebana saja, dan itu pula hanya boleh dimainkan oleh perempuan pada saat tertentu saja, laki-laki dilarang untuk memainkan rebana.
2.3  Nyanyian saat ini dalam kacamata islam
*      Mendengarkan musik secara live

Pada dasarnya mendengarkan musik (atau dapat juga digabung dengan vokal) secara langsung, seperti show di panggung pertunjukkan, di GOR, lapangan, dan semisalnya, hukumnya sama dengan mendengarkan nyanyian secara interaktif. Patokannya adalah tergantung ada tidaknya unsur kemaksiatan atau kemungkaran dalam pelaksanaannya.
Jika terdapat unsur kemaksiatan atau kemungkaran, misalnya syairnya tidak Islami, atau terjadi ikhthilat, atau terjadi penampakan aurat, maka hukumnya haram.
Jika tidak terdapat unsur kemaksiatan atau kemungkaran, maka hukumnya adalah mubah (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 74).

*      Mendengarkan TV, Radio dan Semisalnya

Menurut Dr. Abdurrahman al-Baghdadi (Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 74-76) dan Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki (Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 107-108) hukum mendengarkan musik melalui media TV, radio, dan semisalnya, Hukum asalnya adalah mubah (ibahah), bagaimana pun juga bentuk musik atau nyanyian yang ada dalam media tersebut.
Kemubahannya didasarkan pada hukum asal pemanfaatan benda (asy-yâ’) —dalam hal ini TV, kaset, VCD, dan semisalnya— yaitu mubah. Kaidah syar’iyah mengenai hukum asal pemanfaatan benda menyebutkan:
 Al-ashlu fi al-asy-yâ’ al-ibahah ma lam yarid dalilu at-tahrim “Hukum asal benda-benda, adalah boleh, selama tidak terdapat dalil yang mengharamkannya.” (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 76).
Namun demikian, meskipun asalnya adalah mubah, hukumnya dapat menjadi haram, bila diduga kuat akan mengantarkan pada perbuatan haram, atau mengakibatkan dilalaikannya kewajiban. Kaidah syar’iyah menetapkan:
Al-wasilah ila al-haram haram “Segala sesuatu perantaraan kepada yang haram, hukumnya haram juga.” (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, hal. 86).
*      Mendengarkan Nyanyian (Sama’ al-Ghina’)

Hukum melantunkan lagu termasuk dalam hukum af-‘âl (perbuatan) yang hukum asalnya wajib terikat dengan hukum syara’ (at-taqayyud bi al-hukm asy-syar’i). Sedangkan mendengarkan lagu, termasuk dalam hukum af-‘âl jibiliyah, yang hukum asalnya mubah. Af-‘âl jibiliyyah adalah perbuatan-perbuatan alamiah manusia, yang muncul dari penciptaan manusia, seperti berjalan, duduk, tidur, menggerakkan kaki, menggerakkan tangan, makan, minum, melihat, membaui, mendengar, dan sebagainya. Perbuatan-perbuatan yang tergolong kepada af-‘âl jibiliyyah ini hukum asalnya adalah mubah, kecuali adfa dalil yang mengharamkan. Kaidah syariah menetapkan:
Al-ashlu fi al-af’âl al-jibiliyah al-ibahah “Hukum asal perbuatan-perbuatan jibiliyyah, adalah mubah.” (Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 96).
*      Hukum Mendengar Nyanyian Secara Interaktif (Istima’ al-Ghina’)

Mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’) adalah sekedar mendengar, tanpa ada interaksi misalnya ikut hadir dalam proses menyanyinya seseorang. Sedangkan istima’ li al-ghina’, adalah lebih dari sekedar mendengar, yaitu ada tambahannya berupa interaksi dengan penyanyi, yaitu duduk bersama sang penyanyi, berada dalam satu forum, berdiam di sana, dan kemudian mendengarkan nyanyian sang penyanyi (Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 104). Jadi kalau mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’) adalah perbuatan jibiliyyah, sedang mendengar-menghadiri nyanyian (istima’ al-ghina’) bukan perbuatan jibiliyyah.
Jika seseorang mendengarkan nyanyian secara interaktif, dan nyanyian serta kondisi yang melingkupinya sama sekali tidak mengandung unsur kemaksiatan atau kemungkaran, maka orang itu boleh mendengarkan nyanyian tersebut.
Adapun jika seseorang mendengar nyanyian secara interaktif (istima’ al-ghina’) dan nyanyiannya adalah nyanyian haram, atau kondisi yang melingkupinya haram (misalnya ada ikhthilat) karena disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, maka aktivitasnya itu adalah haram (Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 104). Allah SWT berfirman:
“Maka janganlah kamu duduk bersama mereka hingga mereka beralih pada pembicaraan yang lainnya.” (Qs. an-Nisâ’ [4]: 140).
 “…Maka janganlah kamu duduk bersama kaum yang zhalim setelah (mereka) diberi peringatan.” (Qs. al-An’âm [6]: 68).
*      Hukum Memainkan Alat Musik
Bagaimanakah hukum memainkan alat musik, seperti gitar, piano, rebana, dan sebagainya? Jawabannya adalah, secara tekstual (nash), ada satu jenis alat musik yang dengan jelas diterangkan kebolehannya dalam hadits, yaitu ad-duff atau al-ghirbal, atau rebana. Sabda Nabi Saw:
“Umumkanlah pernikahan dan tabuhkanlah untuknya rebana (ghirbal).” [HR. Ibnu Majah] ( Abi Bakar Jabir al-Jazairi, Haramkah Musik Dan Lagu? (Al-I’lam bi Anna al-‘Azif wa al-Ghina Haram), hal. 52; Toha Yahya Omar, Hukum Seni Musik, Seni Suara, Dan Seni Tari Dalam Islam, hal. 24).
Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla, juz VI, hal. 59 mengatakan:
“Jika belum ada perincian dari Allah SWT maupun Rasul-Nya tentang sesuatu yang kita perbincangkan di sini [dalam hal ini adalah nyanyian dan memainkan alat-alat musik], maka telah terbukti bahwa ia halal atau boleh secara mutlak.” (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 57).
Kesimpulannya, memainkan alat musik apa pun, adalah mubah. Inilah hukum dasarnya. Kecuali jika ada dalil tertentu yang mengharamkan, maka pada saat itu suatu alat musik tertentu adalah haram. Jika tidak ada dalil yang mengharamkan, kembali kepada hukum asalnya, yaitu mubah.



BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

*      Perspektif islam tentang musik

Dari sini kita dapat memahami bahwa nyanyian ada yang diharamkan, dan ada yang dihalalkan. Nyanyian haram didasarkan pada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, yaitu nyanyian yang disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, baik berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi’il), atau sarana (asy-yâ’), misalnya disertai khamr, zina, penampakan aurat, ikhtilath (campur baur pria–wanita), atau syairnya yang bertentangan dengan syara’, misalnya mengajak pacaran, mendukung pergaulan bebas, mempropagandakan sekularisme, liberalisme, nasionalisme, dan sebagainya. Nyanyian halal didasarkan pada dalil-dalil yang menghalalkan, yaitu nyanyian yang kriterianya adalah bersih dari unsur kemaksiatan atau kemunkaran. Misalnya nyanyian yang syairnya memuji sifat-sifat Allah SWT, mendorong orang meneladani Rasul, mengajak taubat dari judi, mengajak menuntut ilmu, menceritakan keindahan alam semesta, dan semisalnya (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 64-65; Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 103).
*      Musik yang diperbolehkan adalah sebagaimana yang dijelaskan berdasarkan dalil dan yang tidak diperbolehkan adalah yang diharamkan berdasarkan dalil atau music yang mengandung kemaksiatan dan kemungkaran .
*      Pada dasarnya nyanyian atau musik itu diperbolekan dalam islam .Karena hokum awal benda atau aktivitas tersebut adalah mubah. Kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Yaitu jika mengandung unsur-unsur maksiat dan kemungkaran.
3.2 Saran
            Setelah mengetahui perspektif musik dalam pandangan islam di atas, hendaknya kita sebagai umat islam dapat lebih selektif dalam memilih mana music yang sesuai atau tidak sesuai dengan agama kita dan memperhatikan manfaat dan bahayanya. Musik sebagai hiburan hendaknya tidak menjadi jalan bagi syetan untuk melenakan kita terhadap Allah SWT dengan menggunakanyya sewajarnya dan tidak melanggar kaidah-kaidah yang ada.  





DAFTAR PUSTAKA


§  QARDHAWI, Dr.Yusuf. halal dan haram. 2000.Jakarta:Robbani Press

















LAMPIRAN



































Tidak ada komentar:

Posting Komentar